Skip to content

Biar Enggak Sia-Sia! Begini Cara Bikin Laporan Korupsi yang Kuat ke KPK

SEPANJANG 2023, di meja pengaduan Slot Spaceman tercatat sebanyak 4.387 berkas laporan masyarakat yang terverifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Namun, hanya 1.962 laporan terkait tindak pidana korupsi yang masuk ke tim penelaah, sisanya sebanyak 2.413 laporan diarsipkan dan sembilan laporan diteruskan ke internal sebagai informasi ke direktorat lain.

Sebuah laporan dugaan korupsi tak serta merta diterima dan ditindaklanjuti. Laporan yang penuh amarah atau spekulasi tak beralasan, justru berakhir pada penolakan.

Mengapa? Jawabannya sederhana: kurangnya bukti permulaan yang sahih.

KPK, seperti lembaga hukum lainnya, tidak bisa bekerja hanya berdasarkan dugaan. Setiap langkah dalam proses hukum memerlukan pijakan kuat: bukti. Tanpa bukti permulaan, investigasi yang mendalam tak bisa dimulai, dan kasus dugaan tindak pidana korupsi pun berhenti/

Bukti permulaan berperan sebagai penyaring utama; jangan sampai sebatas tuduhan kosong atau fitnah. Sebab, siapa saja bisa mengirim laporan tudingan “hanya karena kebencian pribadi atau kepentingan politik”.

Yang penting dipahami adalah hukum bekerja bukan untuk membalas dendam, melainkan untuk mencari kebenaran.

Dalam buku Pengaduan Masyarakat Terindikasi Tipikor (KPK: 2015) disebutkan enam prinsip pengaduan masyarakat terkait dengan tindak pidana korupsi. Salah satu prinsip yaitu “bukti permulaan pendukung laporan”.

Yang dimaksud “bukti permulaan yang cukup”, menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, di bagian penjelasan Pasal 17, yaitu bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana. Pasal ini menekankan bahwa perintah penangkapan tak bisa sewenang-wenang.

Bukti permulaan juga prasyarat melangkah ke tahap penyelidikan yang lebih mendalam, sebelum seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka.

Bukti awal itu, misalnya, bukti transfer, cek, bukti penyetoran, rekening koran, atau hasil investigasi. Bisa juga berupa rekaman terkait permintaan dana, foto dokumentasi, disposisi pejabat yang disangka, dan fakta pendukung lain.

Lalu, ada pula tantangan mengenai alat bukti yang sah.

Pasal 184 KUHAP mencantumkan berbagai bentuk alat bukti, antara lain keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, hingga keterangan terdakwa.